MENGENAL RHESUS DARAH
Saat menunggu antrian di Tempat Pelayanan Terpadu, saya tertarik pada artikel di surat kabar yang membahas tentang orang Indonesia yang memiliki rhesus negatif beserta tantangan yang dihadapi. Ternyata selain penggolongan darah ABO (A, B, AB dan O) darah juga dapat digolongkan menjadi rhesus positif dan rhesus negatif.
Apa yang dimaksud dengan Rhesus ?
Rhesus adalah protein (antigen) yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Sistem penggolongan berdasarkan rhesus ini ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener tahun 1940. Disebut “rhesus” karena saat itu Landsteiner-Wiener melakukan riset dengan menggunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang banyak dijumpai di India dan Cina. Mereka yang mempunyai faktor protein ini disebut rhesus positif. Sedangkan yang tidak memiliki faktor protein ini disebut rhesus negatif. Mengapa kita perlu mengetahui rhesus darah ?
Mengenali rhesus khususnya rhesus negatif menjadi begitu penting karena di dunia ini hanya sedikit orang yang memiliki rhesus negatif. Persentase jumlah pemilik rhesus negatif berbeda-beda antar kelompok ras. Pada ras bule (seperti warga Eropa, Amerika, dan Australia), jumlah pemilik rhesus negatif sekitar 15 – 18%. Sedangkan pada ras Asia, persentase pemilik rhesus negatif jauh lebih kecil. Menurut data Biro Pusat Statistik 2010, hanya kurang dari satu persen penduduk Indonesia, atau sekitar 1,2 juta orang yang memiliki rhesus negatif. Karena persentasenya sangat kecil, jumlah pendonor pun amat langka, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit. Apa yang terjadi bila darah dengan rhesus positif didonorkan pada pasien dengan rhesus negatif ?
Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditranfusi dengan darah rhesus positif. Ini dikarenakan sistem pertahanan tubuh si reseptor (penerima donor) akan menganggap darah (rhesus positif) dari donor itu sebagai “benda asing” yang perlu dilawan seperti virus atau bakteri. Sebagai bentuk perlawanan, tubuh reseptor akan memproduksi antirhesus. Saat transfusi pertama, kadar antirhesus masih belum cukup tinggi sehingga relatif tak menimbulkan masalah serius. Tapi pada tranfusi kedua, akibatnya bisa fatal karena antirhesus mencapai kadar yang cukup tinggi. Antirhesus ini akan menyerang dan memecah sel-sel darah merah dari donor, sehingga ginjal harus bekerja keras mengeluarkan sisa pemecahan sel-sel darah merah itu. Kondisi ini bukan hanya menyebabkan tujuan tranfusi darah tak tercapai, tapi malah memperparah kondisi si reseptor sendiri. Bagaimana bila hal itu terjadi pada ibu dan janinnya / kehamilan ?
Meskipun faktor rhesus tidak berpengaruh terhadap kesehatan, namun hal itu perlu diperhatikan bila seandainya Anda dan pasangan Anda memiliki rhesus yang berbeda
Ibu | Ayah | Janin | Injeksi immunoglobulin |
Rhesus positif | Rhesus positif | Rhesus positif | Tdk diperlukan |
Rhesus negatif | Rhesus negatif | Rhesus negatif | Tdk diperlukan |
Rhesus positif | Rhesus negatif | Bisa Rhesus + / - | Tdk diperlukan |
Rhesus negatif | Rhesus positif | Bisa Rhesus + / - | Diperlukan |
Apa yang dimaksud dengan antibodi ?
Selama kehamilan, plasenta bertugas sebagai penghalang antara sel-sel darah merah ibu dan janin. Namun, terkadang ada sejumlah kecil darah janin yang dapat melintas ke dalam pembuluh darah ibunya. Jika ada sel darah janin rhesus positif bercampur dengan darah ibu yang rhesus negatif, maka tubuh ibu secara alamiah akan bereaksi dengan merangsang sel darah merah berupa zat antibodi/antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda asing’ tersebut (janin). Inilah yang menimbulkan antirhesus (penghancuran sel arah merah) atau hemolitik. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim atau jika lahir menderita hati yang bengkak, anemia, kuning (jaundice), dan gagal jantung. Kondisi A. Antibodi belum terbentuk saat kehamilan
Pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan suntikan anti-D (Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. RhoGam ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi. Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya antibodi. Dan injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan kedua, ketiga, dan seterusnya. Suntikan immunoglobulin mungkin juga diperlukan ibu dengan rhesus negatif bila terjadi :
a. Keguguran
b. Aborsi
c. Hamil di luar kandungan (ectopic)
d. Perdarahan selama kehamilan Kondisi B Antibodi sudah terbentuk saat kehamilan
Bila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu :
1. Scanner ultrasonografi, untuk mengecek masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah.
2. Pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi.
3. Persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim dan diikuti penggantian darah janin dari donor yang tepat.
4. Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan.
Perhatian :
Karena pemilik rhesus negatif pada ras Asia dan Afrika kurang dari 1 %, maka jumlah pendonor pun amat langka. Lebih-lebih golongan AB Rhesus negatif. Ini merupakan golongan darah paling langka. Di bank darah PMI, stok darah Rhesus negatif biasanya hanya satu kantung untuk masing-masing golongan darah ABO. Selain karena jumlah pendonor langka, permintaannya pun memang sangat jarang.